January 23, 2011

romantika khatulistiwa yang terlupa


bandara soekarno hatta, dimana awal kita meninggalkan nusantara, hirup pikuk jakarta penuh sesak
dengan jutaan manusia yang memadatinya, berjuta kenderaan turun ke jalan mengisi setiap ruang dan 
lorong ibu kota nusantara. lampu lalu lintas menjadi saksi setiap sesaknya jalanan disinari matahari
yang terik membakar kotak kotak besi yang merangkak perlahan.

gedung bertingkat berjejer tak beraturan, entah arshitek mana yang mengaturnya, pohon pohon yang kian 
menipis akibat pembukaan lahan yang kian rakus memakan semuanya. sedikit malu untuk bergerak dan angin
pun kian enggan untuk menyapanya. hiasan alam yang hanya sekadar hiasan. sudut kota kian kumuh berubah menjadi
rumah para serangga liar. sampah bertumpuk bak gunung gunung liar yang tumbuh dipadang pasir, sebentar menghilang
sebentar ada. rumah kumuh, rumah sederhana, hingga rumah yang penuh kemewahan menghiasi grigi grigi jalan
kian lama kian menipis disudutkan halaman yang tidak berbelas kasihan kepada para pengguna jalan.

tv masih menyala memberitakan semua informasi yang tidak seharusnya diberitakan,panggung panggung hiburan
tidak pernah habis mengisi waktu waktu kosong, begitu heran, begitu setress kah penduduk negri ini, hingga hiburan 
menjadi makanan sehari hari. gambar yang bergerak dimana para pencuri pencuri negara sedang tersenyum melambaikan 
tangan tanpa penyesalan. para pembunuh tertawa kegirangan bersama uang menyumbat para polisi negara. bencana alam
menjadi hiasan warta kota, entah cobaan mana yang tuhan telah berikan. hingga tangisan begitu mudah kita dengarkan
, ketidakadilan kurang diperhatikan. orang kecil jadi mangsa penindasan. 

senyum sinis para politis yang kalah bersaing padahal sama sama diperantauan, makan memakan jadi kebiasaan
saling menjatuhkan jadi tontonan.uh drama kehidupan yang kian membosan, karena si kaya makin lahap memakan
bangsa dan si miskin bekerja untuk bertahan. penyanyi jalanan mengisi nada sumbang kehidupan dengan senyuman
tanpa malu menghulurkan tangan meminta belas kasihan dari para pengguna jalan tidak akan peduli lagi tentant sebuah harga diri.kasihan kawan. panas terik dan hujan badai jadi 
hiburan karena air menggenang, menyiksa devisa negara karena kehancuran.

asongan,pedagan koran jadi pion pion para raja jahannam mengeruk sebuah keuntungan dari pungutan undian 
di beberapa perjalanan. sorak sorai para pendemo mengisi sudut jantung istana istana raja. entah berapa juta
pengharapan yang sudah di abaikan, hingga tiada jalan meminta dengan tidak hormat kepada para atasan. pengangguran
makin melambung, harga makin membumbung, rakya semakin terapung dilautan luas ekonomi, warna warna layar ke kuasaan
mengisi birunya langit yang tidak bertepi, bertempur bak para perampok laut saling menumpahkan darah.

semua kenangan mulai terlupakan saat pesawat meninggalkan bumi melepaskan semua beban. bergantilah sebuah kehidupan
dari ketidak aturan penuh dengan ketenangan, pagi begitu indah di selingi kicauan burung bersama pohon yang melambai 
menyambut pagi. perjalan tanpa hambatan karena keterautan, rasa benci menghilang karena kata tilang sudah lama
tidak didengar. menambah kecepatan jadi hiburan memacu kendaraan yang kesepeian.

radio dan televisi pun seakan bosan memberitakan kebohongan para raja raja yang kelaparan, heran penuh heran saat perbandingan
dengan nusantra, menggelang kepala terjulur lidah mencemooh khatulistiwa. keharmonisan begitu terasa pertumbuhan darah jadi hal langka
megisi lubang telinga, luar negri jadi cinta. jejalan gaji buta yang melambung mematikan niat kembali ke nusantra,
tunjangan kehidupan dan damainya persiapan menarik balik sejarah cinta dari khatulistiwa.

tahun demi tahun meninggalkan nusantara, istri pun sudah dibawa, cucu yang didamba menghiasi rumah tangga, dialek bahasa nusantara hanyut di telan badai luar negri. kemakmuran sudah terasa padahal negri tidak sekaya nusantara namun kenapa masih begitu banyak kelaparan, kemiskinan, bahkan kaum fapa merajalela. 

hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, tahun demi tahun. waktu yang tidak terasa kita telah meningalkan nusantara, kampung halaman tercinta di pelupuk mata, ramah tamah sudah tidak terasa, keluarga tercinta mulai ada membayangi setiap ruang rindu didalam hati.

sayup sayup terdengar dari speaker " lusuhnya bendera di halaman rumah kita bukan jadi alasan untuk kita tinggalkan".aha
lagu yang menggugah suasana entah berapa lama aku terlupa akan romantika khatulistiwa.

LOVE U INDONESIA

0 comments:

Post a Comment