Kegelapan menaungi bumiku
Pagi ini aku termenung menatapi langit shatila, gumpalan awan kehitaman bercampur dengan asap pembakaran bercampur dengan debu debu hasil peperangan, rona rona kehidupan mulai terasa berjalan menapaki langit langit shatila. Lereng lereng gunung pasir bepindah tertiup angin yang sesekali datang berhembus dengan kuat. Sayup - sayup terdengar suara rintihan dari kejauhan terbawa angin hingga membentuk nada kematian menyayat hati yang mendengar. tersemai sinaran matahari menyuburkan kembali hati yang sedang merana tenggelam dalam kesedihan. Keheningan malam terganggu dengan datangnya suara deruman mesin. Entah apa yang mereka lakukan dimalam hari. Beberapa saat menjelang pagi Satu kompi serdadu berhamburan menyebar mencari posisi, dikala penduduk kampung shatila dibuai dalam mimpi mimpi panjang hingga lalai meniti titah tuhan di kala separuh malam padahal allah sudah berjanji mengabulkan semua yang hambanya inginkan jika mereka tengadahkan tangan meminta di kala sepertiga malam. Pagi itu tidak terdengar gemiricik air betalu talu menyentuh tanah menyirami bumi membersihkan jiawa yang berlumuran dosa, sama halnya gema laungan takbir mengguncang ranah bumi dikala kesunyian pun tiba tiba menghilang dikala tuhan menanti hati ikhlas melaungkannya. Terdengar suara tank meraung raung memuntahkan puluhan mesiu, satu demi satu bangunan runtuh berguguran terbentur bom bom yahudi, bau hangus mayat terbakar menambah suasana semakin mencekam, debu debu reruntuhan bangunan menutupi pandangan mata yang tengah terpana menyaksikan kebiadaban para yahudi laknatullah. Serdadu - serdadu yahudi menyalak sembari mengacung ngacungkan senjata canggih dan automatis kearah orang yang terkejut melihat kegilaan para serdadu yahudi memburu para pejuang pembebasan. Lirih tasbih tahmid tak henti membasahi bibir bibir yang haus mencari keridhoan tuhan. para serdau menggertak dan berteriak bak anjing menjumpai tamu yang tak dikenal bersamaan desingan peluru yang meloncat berlarian meretasi aliran udara malam yang dingin mencekam membangunkan bulu roman para penduduk kampong shatila. Aku terkejut dan terbangun Suara bom, rentetan peluru mengganggu lelap tidurku, kuucapkan do’a kemudian bertasbih, dan bertahmid berkali kali. Keringat dingin keluar tanpa diundang.
Suara kasar dan rongrongan para yahudi semakin lama semakin menghilang, timbul rasa ingin tahuku apa gerangan yang terjadi diluar sana, kubuka jendela dekat ruangan keluarga di lantai dua, kubaca bismiillah sebelum membukanya, perlahan lahan aku buka, sedikit demi sedikit terlihat pemandangan gelap diluar. Kulihat tentara yahudi dari kejauhan berlari mencari tempat berlindungan karena dari arah berlawan sekumpulan pejuang membalas serangan sporadic dan terarah dengan bermodalkan senjata rakitan dan sejanta hasil rampasan dari tentara yahudi yang berhasil mereka tawan. Mereka berlarian untuk menyelamatkan diri sambil sesekali melepaskan tembakan membabi buta tak tahu arah , kalap hingga tak tahu kawan mana lawan, mereka sudah tidak peduli ke arah mana senjata mereka arahkan akibat serangan pejuangan yang secara tiba – tiba merusak konsentrasi para serdadu. Jari jemari mereka terpaksa menekan picu senjata walaupun hanya melihat bayangan berkelebat diantara sela sela bangunan kampong shatila. variasi serangan Para pejuang pembebasan berhasil membuat para serdadu berlari kocar kocir untuk sementara waktu, kuucapkan tahmid dan syukur kepada allah karena telah menolong para pejuang dalam mempertahankan tempat tinggal mereka. aku coba untuk lelap kembali ke alam mimpi namun setengah jam kemudian bala tentara bantuan didukung suara gemuruh helicopter apache buatan amerika makin lama makin terdengan semakin jelas, api api pembakaran roket menjadi hiasan malam, senapan mesin mereka dengan lahapnya memuntahkan puluhan peluru. seakan akan sedang merayakan pementasan, diiringi suara dentuman memekakan telinga sesaat bom di lonatrkan dari jarak jauh, peluru kendali memburu mangsa sampai ke lubang jarum. Para pejuang berhasil membalasnya dengan menembakan beberapa roket rakitan yang sengaja di sediakan untuk membalas setiap aksi brutal yang dilakukan oleh para yahudi. Terkadang mereka lontarkan kearah perbatasan Israel palestina untuk menahan sejenak aksi Israel. Kepulan asap berasal dari jalan darat merusak konsentrasi ku kearah udara. Pandangan ku alihkan ke arah jalanan, Dari darat terlihat kepulan asap menutup gelapnya malam . lama- lama semakin terlihat dengan jelas kotak besi berlari begitu cepatnya mengerahkan semua kecepatan yang ia miliki dipandu seorang serdadu diatas badan kotak besi sesekali ia berhenti untuk memuntahkan peluru yang sudah dipersiapkan dari awal. disiniari lampu lapu jalanan yang semakin buram karena sebagian kabel terputus akibat bom- bom yahudi. satu pleton tentara bersenjata lengkap berpakain tertutup, menaiki truk - truk berkulitkan besi lengkap mengiringi parade tentara yauhdi, sesampainya di perbatusan kampong dengan sigap mereka melompat dari truk yang mereka tumpangi satu komado mengarahkan mereka kearah tempat peperangan. Sudut mata para serdadu menyapu setiap daerah yang mereka lewati. Setiap detik waktu berjalan begitu lambat, karena disipi pertaruhan nyawa. para pejuang harus melakukan dua pilihan diantara memilih berdiam diri kemudian mati tanpa berbuat apa-apa atau melakukan perlawanan dan mati dengan kehormatan .taktik gerilya para pejuang ternyata ampuh menaklukan dan menahan langkah parade kenderaan baja milik tentara yahudi. Satu jam sudah berlalu namun tentara yahudi belum berhasil menaklukan para gerilyawan bantuan tentara mulai di kerahakan. Terlihat rona rona putus asa dari wajah para yahudi, setiap mayat serdadu yang berhasil dibunuh jadi pembakar jiwa mereka. Kepalan tangan kelangit diiringi ucapan mengagungkan kalimat allah menandakan kemenangan para pejuang pembebasan Sasaran tentara yahudi berubah kearah warga sipil, mereka jadi sasaran empuk para yahudi untuk memukul mundur para pejuang berlari meninggalkan arena peperangan. Karena para pejuang tidak akan pernah membiarkan sodara mereka terkorban. Para pejuang memilih keluar dari arena peperangan , disbanding berkontak langsung diarena pemukiman warga dengan meninggalkan bekas kegagahan hanya bermodalkan ak 47 dan roket rakitan sudah mampu merepotkan para serdadu yahudi. Setiap jengkal tanah menjadi saksi betapa beratnya beban yang dipikul para pejuang untuk membebaskan bumi para nabi. Sirine ambulan berlalu lalang mengangkut korban korban yang berjatuhan. Dari arah lain Berpuluh puluh orang bermodalkan batu batu reruntuhan menghalang gerak langkah parade serdadu. Satu demi satu selongsong gas air mata barjatuhan disusul gerakan konfrontasi para seradadu dengan menembakan puluhan peluru karet kearah warga yang melempar batu menutup serangkain kecil serangan yang coba mereka sajikan. Tanpa belas kasihan para serdadu menembak para pejuang yang coba melawan. Pukulan, tendangan, hingga makian makanan empuk untuk para pejuang yang tertangkap. Kemudian mobil kecil membawa para pejuang ke penjara penjara milik yahudi. Sejurus kemudian para wartwan berdatangan dengan berlari lari, merekam setiap detik yang berlalu dengan menunduk diantara tiang tiang yang runtuh, mereka coba mengambil kesempatan merekamnkan hal hal yang terjadi. Adakalanya mereka pun jadi mangsa kebiadaban para serdadu kerena tidak mau kekejaman mereka disaksikan puluhan juta mata yang menonton layar televisi.
Kemarahan para yahudi diluarhkan dengan melakukan sweeping ke setiap tempat yang ia lalu, dobrakan pintu mereka lakukan untuk menakuti para penduduk shatila, rentetan tembakan menghiasi aksi sweeping para serdadu, untuk mencari setiap pejuangan yang melakukan serangan balas terhadap kebaidaban para yahudi. Perlakuan kejam mereka tujukan bukan hanya kepada para kaum lelaki akan tetapi terhadap kaum lelakipun mereka lakukan. Anak anak kecil tak berdosa jadi korban kebiadaban. Darah darah suci berdosa mengalir dengan derasnya dari setiap bocah bocah palestina yang terkena bom ,atau yang sengaja mereka arahkan ke pemukiman warga. Do’a do’a terus mereka lantunkan tak henti henti. Perasaan marah hanya bisa tumpahkan di kala sujud malam dengan meminta pertolongan tuhan semoga mereka dapatkan balasan.
Tiba tiba Pintu rumah ku di ketuk berkali kali. Ayahku berjalan dengan tergesa gesa, ia buka dengan cepat disambut dengan makian para serdadu. Aku hanya bisa bersembunyi dibalik tubuh kekar ayahku, keringat dingin bercucuran ketika cuaca diluar dingin menusuk hingga ke tulang menerusi sendi yang baru saja tumbuh beberapa belas tahun yang silam, tubuhku menggigil begitu hebatnya, mataku pun sayu beradu dengan mata serdadu yahudi yang mengawasi sekeliling rumah dengan teliti hanya beberapa kedipan mata saja ia lakukan untuk menghindari adanya para pejuang yang mencoba melarikan diri. .salah seorang serdadu menghampiri ayahku, gemeletuk gigi bercampur dengan tarikan nafas agak berat menandakan ia sedang marah tatapan mata yang tajam menusuk kedalam hati menimbulkan rasa takut. Menanyakan sebuah nama yang tak ku kenal. Di kemudian hari aku mengetahuinya dia adalah pahlawan perjuangan untuk negriku. Sesaat kemudian mereka berlalu dengan perasaan. Dimana kah tempat para pejuang besembunyi?, dari suku manakah mereka berasa?l, rentetan perntanyaan menutupi setiap isi kepala mereka. Terkagum kagum aku melihat aksi brilian yang selalu berhujung dengan keberhasilan namun terkadang berhujung dengan simbahan darah dan tangisan tanpa penyesalan Karena yakin akan janji tuhan. Selain mereka ahli dalam strategi perang , mereka juga ahli dalam melakukan persembunyian. benak ku membisikan kata kata rayuan yang indah untuk menantang segala sesuatu yang telah dibuat para yahudi untuk negriku, azamku beradu dengan rasa takut yang kian gencar menyerang setiap ruas tubuhku, hingga memasuki rongga kerongkongan mematikan semua organ mulut untuk berbicara, deraian air mata menyuburkan azam yang masih berbentuk tunas - tunas kecil. Kuyakinkan kembali azzam untuk mengenangnya disaksikan malaikat maut sedang mengintai siapakah gerangan yang mendapat giliran.
Waktu subuh menjelang, suara adzan bergantian mengisi sunyinya pagi, ceramah ceramah membakar semangat dibawakan oleh para ulama dan imam masjid, pembawaan yang tegas, dengan suara lantang menumbuhkan gelora yang redup dimakan ketakutan. Mereka berpesan para warga untuk setia membantu para pejuang, tidak takut menghadapi kematian, janji tuhan akan surga yang abadi bagi para pencari syahid, mengisi setiap ruh yang haus akan syair syair tuhan, ditutup dengan munajat panjang, isakan tangis semakin terdengar tatkala do’a doa memohon ampunan dibacakan. Sholat ghaib1 berjamaah untuk para sodara yang mendahului kami menghadap keharibaan tuhan. Sebagian warga memilih untuk segera pulang memastikan keluarga mereka selamat dari kekejaman, sebagian lain terhnayut dalam mentadaburi alqu’ran. Bait demi baitnya penawar segala keresahan, sayang untuk melepaskan ajaran tuhan yang sudah banyak manusia lupakan hingga tersesat kejurang kemaksiatan.
Saat terang menapaki bumi meneranginya dari kegelapan, rombongan warga sudah berbondong keluar rumah untuk menghormati jasad para pejuang untuk terakhir kalinya, lafadz takziah mengiringi mereka menuju ke pemakaman, suara tembakan sesekali terdengar dari muncung senjata para pejuang. Pasukan penjaga keamanan yahudi hanya mengawasiny dari kejauhan sambil menghisap rokok untuk menghilangkan perasaan tegang selama berperang.
Kenderaan berlalu lalang meniup gumpalan pasir yang melekat di aspal aspal jalan. Mengisi ruas ruas jalan yang berlubang terkikis udara dingin ditendang panasnya matahari hingga guyuran hujan merusakan sendi sendi jalan perlahan lahan memisahkan struktur kokoh bebatuan. Langkah kaki ku menuruni anak tangga satu persatu menarik perhatian kawan satu kampungku yang sedang bermain bola. Amir dan anak kampong sathila melambaikan tangan memanggilku untuk bermain bola bersama dengan mereka, anggukan kepalaku menjawab ajakan mereka. Aku kagum dengan keberanian dan ketegaran mereka tatkala suasana masih mencekam menebar aura kematian sempat mereka bermain bola melepaskan semua beban tanpa rasa ragu tanpa rasa takut kematian datang menjelang. Tanpa terasa satu jam berlalu, TetesanKeringat masih bercucuran menuruni tubuh kering menetes meyuburkan semangat mencari syahid . Mereka berlari kesana kemari melompat dari puing puing bangunan yang hancur di babat para yahudi. Mencari barang barang tertinggal yang masih mungkin mereka masih bisa gunakan. Selongsong peluru yang menembus tubuh sodara, sanak family, mereka jadikan permainan. Tingkah mereka jadi sasaran empuk para wartawan jadikan bahan pemberitaan, lambaian tangan aku berikan untuk menyapa sodara semuslim kami di belahan dunia lain yang mungkin mempunyai hati nurani untuk menolong kami yang masih menyimpan misteri akankah berakhir dengan segera atau bertambahnya usia peperangan.
Kepalaku terbuai dengan angan angan indah merasakan indahnya perdamaian, bemain bola dengan tenangnya, belajar tanpa kekurangan alat apapun, menjalani masa mudaku untuk selalu berkarya. Kutepis semua angan tersebut, aku yakin dalam hatiku bahwa alllah telah merancang sesuatu dengan terperinci tanpa ada yang terlewatkan sesuatu pun, aku pun tersadar bahawa bahwa kita adalah orang yang terpilih untuk menjaga kiblat pertama umat muslim, menjaga warisan para nabi, dan menjaga keimanan. aku tersadar dari lamunan tatkala tangan amin menyentuh badanku, sesaat senyuman mengembang dari mulut kecilnya . di tangannya terganggam kerangka senjata sisa sisa para pejuang yang ditinggalkan. Bagi desa kami senjata adalah barang yang paling kita cari, entah dari mana keangkeran sebuah senjata hilang begitu ketika terlahir. Dia berlari kaearah kawan kawan yang lain sambil mengacungkan senjata yang ia temukan dengan rasa bangga, laungan takbir menyambut penemuan terbesar hari ini. Sambil mengacungkan dia menyatakan “ tunggu kami wahai yahudi “. Disambut takbir yang bersahutan.
Senja mulai menyingsing lembayung kuning bercampur menghiasi awan dalam perjalanan menuju kegelapan menyambut kedatangan raja malam menutup raja siang kembali keperaduan.Kelap kelip putih menghiasi lukisan hitam malam.Merangkai rasi yang menyudut membentuk biduk menuntun kafilah menuju utara.Menutup lembaran kelam kekejaman yahudi disambut laungan adzan dari masjid tak berjauhan dari kampong kami.
Aku bergegas menuju rumah sambil berlari- lari kecil untuk membersihkan diri kemudian menuju masjid kampong shatila. Aku habiskan waktu magrib bersama ustaz yusuf beliau sudah menghafal alqu’ran dari usia masih muda. beliau sempatkan waktu setelah maghrib untuk membimbing anak – anak dan para pemuda untuk membaca alqur’an. Beliau selalu memulai pengajian kami dengan kata kata hikmah, beliau memanggil kami untuk duduk melingkar bersama, suara barithonnya terdengar dikala bacaan salam ia ucapkan, dengan penuh perhatian kami mendengar setiap bait bait kata yang ia ucapkan “ beliau berkata alqu’ran adalah asas kehidupan kita, jika kita meninggalkannya artinya telah menghilangkan prinsip kehidupan yang sesungguhnya, karena allah memberikan bimbingan dan ilmunya melalui alqur’an” . beberapa menit setelah selesai kuliah sebentar ustza yusuf berhenti, kami tenggelam dalam bait bait suci alqur’an, komat kamit mulut kami sambil mushaf kecil tergenggam di tangan. Ustaz yusuf selalu mentalaqi kami sehingga bacaan alqur’an kami sesuai dengan kaidah tajwid kemudian membacakan tafsir dari beberapa kitab untuk menambah pengetahuan dan memantapkan kembali keyakinan dalam mentdaburi alqur’an “beliau berkata. Suaranya begitu indah dikala bibir saling beradu. membacakan kalam kalam ilahi.Menangis sesunggukan saat bertemu ayat ayat azab menceritakan hari dimana manusia tidak boleh lari dari kekuasaan tuhan semesta alam.Kuakhiri malam dengan menghambakan diri dengan kekhusuan solat isya.
Berjalan menyusuri lorong lorong terbentuk kerena puing puing runtuhan.Menapaki jalan aspal yang sudah berlubang disana sini. Rumah ku berjarak 50 meter saja dari masjid tempatku mengaji. Biasa kutempuh dalam waktu sepuluh menit dengan berjalan santai di selingi canda gurau.Sekelabat bayangan muncul menutup cahaya kekuning kuningan yang mencoba keluar dari rumah kecil milik keluargaku.aku tertegun ketika kudapati tentara yahudi kelura dari rumahku, Sambil terbahak bahak serdadu serdadu yahudi menyeret sosok tubuh yang aku kenali.Ayahku!!.Aku berlari sekencang kencangnya, berteriak sekencang kencang memanggil nama ayahku, mengeram mengutuk tentara yahudi laknatullah. Air mataku berlinang saat mendekati tubuh ayahku. Ketika semakin, dekat dadaku bergumruh bercampur semua rasa.Genggaman jemariku memegang alqur’an semakin erat. Bau hanyir semakin terasa bercucuran darah kelaur dari sekujur tubuhnya.
Kupandangi serdadu serdadu yahudi satu persatu satu mataku nanar terasa begitu panas.membuncah amrahku mencoba tuk menggapai badan tentara yahudi, namun dengan mudahnya mereka mematahkan serangan secara tiba-tiba yang sengaja aku buat. Sambil menunjuk muka para laknatullah. Aku menggertaknya dengan menenengking, mereka membalasnya dengan senyuman nada merendahkan. Mereka biarkan tubuh ayahku ditanah di tanah.Tertunduk kupandangi tubuh ayahku. Beberapa butir peluru tertancap dalam dadanya, luka memar menghiasai kepalanya, janggunt panjangnya dibasahi dengan darah darah yang mulai mengering, kupukul pukul bumi untuk meluapkan emosi yang sudah mencapai ubun ubun. Kugenggam dengan erat jemari jemari ayahku, kulirihkan doa semoaga ayahku menjadi golongan para syuhada yang selalu bersimbah dengan darah darah suci hingga dinanti para malaikat surgawi. Kutundukan kepala berlarut dalam kesediahn, menangisi sesosok tubuh yang selalu menjagaku dikala aku lemah, membimbingku dikala aku buta, mengajarkanku tentang arti perjuangan. Sesaat kemudian Suara perabotan rumah mengusik kesedihanku. Kukuatkan Kakiku yang lemas, entah dari mana kekuatan itu datang tapi dalam hatiku mengatakan kekuatan itu datang dari tuhan yang maha kuat. Kudorong pintu yang sudah terbuka dengan kuat kuedarkan mata keseluruh isi ruangan banyak darah berceceran dilantai jantungku semakin kuat berdetak, linangan air mataku kembali menghiasi kelopak mata yang mongering beberapa menit yang lalu.Kaki ku tak mampu menopang tubuhku.Di sudut rumah kulihat mayat seluruh keluargaku bergelimpangan. Perlahan lahan tubuhku kembali terduduk, aku berteriak dengan sekeras kerasnya, nafas ku naik naik turun, air mataku mengalir begitu deras, isakan tangisku semakin kencang, mengsisi ruangan. Warga yang mendengar teriakanku mulai berdatangan, aku masih tidak mampu untu melirik tumpukan mayat keluargaku, aku dengar bisikan bisikan untuk bersabar dan semuanya dating dari allah. Aku mencoba memahaminya dengan sisa sisa tenaga pikiran yang masih ada dalam pikirianku. Namun semuanya menguap dengan mudahnya. Perasaanku hampa.
Seorang pamanku, menerobos dikerumunan masa kemudian menghampiriku dan mengangkatku keluar dari rumah. Dia bernama rahim, dia adik ayahku yang nombor ketiga rumahnya tidak berada jauh dari rumahku. Dia membawaku kedalam rumahnya, ditidurkannya aku diatas sofa panjang yang berada diruang tamu. Dia mencoba menghiburku dengan berbagai cara, namun pikirianku dan badanku sudah begitu lelah, hingga tanpa terasa mataku perlahan menutup secara perlahan lahan. Beberapa saat aku terkulai dalam tidur yang panjang.
Aku terbangun dari tidurku, aku putarkan kepalaku untuk cari seseorang yang aku kenali, namun tidak ada seorangpun berada dalam rumah. Aku menangis kembali, perasaan sedihku masih kuat mengakar dalam hatiku, sungguh naifnya, diusia sedini aku sudah menjadi yatim piatu. Terdengar derap langkah kaki mencoba masuk kedalam rumah, bunyi klotek kunci beradu dengan gagang pintu, daun pintu perlahan lahan terbuka, angin malam masuk secara paksa kedalam rumah. Disusul sesosok tubuh pamanku dengan rombongan kelurarga pamanku yang baru saja datang dari penguburan keluarga.
Semua menatapku dengan perasaan kasihan, azam anak pamanku pun tidak berani menyapaku, saat dia menyapaku, paman melarangnya dengan pandangan mata. Seseorang membawakanku segelas minuman hangat, kuteguk secara perlahan lahan. Aku tengadahkan muka ku menatap langit langit rumah, perlahan mulutku berbicara “ dimana mereka dikuburkan”?? pamanku menjawab dengan suara perlahan “ didekat pekuburan shatila”. Aku kembali menunduk.
aku bergegas pergi kekamar mandi untuk mengambil wudhu, lirihku ku baca alqur’an setiap ayat ayat aku aliri dengan tangisan, namun perlahan perasaanku kembali merasakan tenang, kupanjatkan do’a panjang. Kembali isak tangisku membuncah ruangan.
Pamanku mulai bercerita siapa sebenarnya siapa ayahku sebenarnya, berjuta rasa bangga menggelora didalam hati. Dia adalah pemimpin sayap militer para jundi jundi allah di salah satu oragnisasi pembebasan. Dalam waktu sesingkat itu aku tahu segalanya, aku tahu ayah ku adalah pejuang pembebasan palestina. Aku tahu kematian tak pernah bias dihindari, aku tahu waktuku begitu berharga hingga dalam waktu yang sangat sedikit untuk berleha leha seluruh keluargaku meninggalkan dunia yang fana.Aku tahu bahwa azzam yang kuat dan keinginan yang kuat bias mengalahkan kebiadaban para yahudi dan yang tersisa hanya kedamaian abadi yang telah lama dinanti. Kuniatkan untuk menempa diri untuk menjadi generasi penerus bangsa dalam rangka pembebasan bumi para nabi, bumi dimana aku dilahirkan dan bumi dimana aku akan di kuburkan. Aku gemakan laungan takbir seluruh keluarga pamanku membalasny dengan takbir yang lebih membahana diseluruh, kulihat kelopak mata mereka sembab dengan air mata kebahagian.
Untuk sodaraku dipalestina, by Muhammad fikri










0 comments:
Post a Comment