Keheningan pagi masih menyelumuti kota sukabumi, semilir angin dan dinginnya pagi membuat para manusia kembali terlelap dengan mimpi-mimpi indah, sekalipun panggilan ilahi memanggil-manggil para insan, tetap saja nafsu yang menang, melihat tempat tidur ibarat surga yang melambai-lambai menolak pun seakan menolak ni’mat yang telah Tuhan bagi.
Kedamain juga keheningan menambah hangatnya pagi yang begitu dingin, rasa ingin kembali memejamkan mata yang masih terasa berat untuk dibuka, melihat indahnya kuning sinar matahari serta titik embun yang jatuh dari daun daunan pohon setitik demi setitik membasahi tanah yang telah lembab dengan suasana malam yang dingin, perlahan tapi menyegarkan suasana pagi.
Kicauan burung terdengar bersahutan isyarat pagi telah kembali, isyarat harapan baru telah datang menyapa. Kegelapan malam mulai hilang sedikit demi sedikit dihapuskan cahaya sang mentari keemasan, membuka hati yang dilanda kegelapan.
Mengawali Pagi hari yang cerah dengan sedikit sinaran kekuning - kuningan matahari dari ufuk timur, orang sudah terbiasa berkumpul diwarung kopi,dengan tambahan gorengan dan sebatang rokok ditangan. ngalor ngidul obrolan diselingi gelak tawa menambah riuhnya suasana pagi.
Diwarung mang Ade mereka biasa menghabiskan pagi mereka, golok, cangkul, menyertai mereka. Dipelataran warung mang ade kami biasa memanggilnya, dia mewarisi warung yang sudah lama ayahnya jalani. Menjual gorengan, rokok eceran, makanan ringan, sebuah tempat duduk yang sengaja disediakan untuk warga. Sebatang bangku panjang dari kayu bekas yang telah disempurnakan dipoles beberapa kaleng hiasan warna untuk menambah indahnya pemandangan pelataran warung.
Ditengah obrolan, adahal yang menarik berbeda dari hari yang lain, perbincangan yang biasa dibincangkan oleh orang berdasi atau konglomerat yang bisa bertahan diatas penderitaan orang miskin, biasa menari diatas penderitaan kecil. Tertawa dikala tangisan melanda, bersedih ketika jabatan kembali menjauh darinya, padahal semua akan kembali kepadaNya. Apapun yang kita lakukan akan diabalas olehNya setimpal apa yang telah kita lakukan. Uh” jack ari globalisasi teh naon, ceunah jadi hese neangan gawe teh” udin bertanya kepada jaka, nama aslinya jack itu jaka wiwaha. Tapi dia bilang biar gaul panggil jack saja. Sambil senyum jaka menjawab pertanyaan udin “ nya ari maneh nanya ka urang sd ge teu lulus, urang mah, manehmah ngahina kaurang. sambil berkerut dahi yang kehitaman terjemur oleh matahari dikala ia bekerja” jawab jaka, diselingi gelak tawa orang yang berkumpul diwarung. Beberapa detik kemudian gelak tawa mereda, kemudian pak RT 01, namanya pak acep yang ikut hadir menyemarakan pagi menjawab “ globalisasi mun sanyaho bapak mah” keningnya mengerut memikirkan kata yang harus ia ucapkan, menghaluskan kata sehingga mudah dicerna oleh warga kampung yang notabene tidak menginjakan kakinya disekolah. karena usianya yang sudah lanjut, penghormatan kepadanya dengan gelaran bapak..sambungnya “barang teh jadi mirah” tapi!! Terkejut dengan menaiknya intonasi kemudian terdiam beberapa saat dengan menaikan suara agak tinggi, jaka memotong “ naon pak rt?” sorot mata para warga beralih kearah jaka karena secara tiba tiba ia melontarkan pertanyaan. pak rt melanjutkan kembali “ hese neangan gawe”. Dengan penuh perhatian, mereka begitu terkejut mendengar penjelasan pak rt.suasana menjadi hening, Meninggalkan begitu banyak hati yang penuh pertanyaan. Menambah gundah gulana kejamnya kehidupan.
Panas matahari mulai mencubit kulit mereka dengan rasa panas, perlahan orang orang mulai meninggalkan warung seorang demi seorang. Mayoritas penduduk kampung lembur pasir berprofesi sebagai petani. Rata-rata tingkat pendidikan mereka hanya lulusan sd paling banter lulusan SMA. Yang sarjana bisa dihitung dengan jari. Karena doktrin mereka hanya untuk bekerja atau tingkat pendapatan mereka pas-pasan, masih bisa bertahan hidup saja dah untung”ujar mereka.
Didepan rumah udin merenung, memikirkan apakah dia bisa bekerja atau tidak tatkala era globalisasi. Udin adalah anak terakhir dari lima anggota keluarganya, kakak-kakaknya udin semuanya telah menikah, tinggallah udin bersama ibunya berdua, bapaknya meninggal dunia ketika udin masih duduk di bangku smp. Kakannya udin tinggal dengan suami mereka.
Kulit hitam kecoklat-coklatan, mata bulat menatap tajam masa depan yang masih panjang, rambut kemerah-merahan menandakan ia sering berpanasan dan hujanan mungkin juga udin jarang mencucinya, tangan kekar timbul urat-urat mencengkram kerasnya hidup. Kerja buruh kasarpun udin lakukan demi menyambung hidup, karena setelah ayahnya meninggal tinggallah udin anak laki satu-satunya yang bisa diandalkan. Kepalan tangan menggenggam keras karung yang beratnya melebihi badan udin, keringat bercucuran melewati kulit hitamnya. Sambil menghembuskan napas melepaskan beban hidup yang selama ini menghinggapi kehidupannya. dengan sekali tarikan napas “uh” udin kembali mengangkat barangnya kembali. Udin melewatkan hari-hari dengan penuh semangat untuk menafkahi ibunya yang tinggal sebatang kara. Namun kini perasaan bosan dan takut mulai menghinggapi hatinya.
Hari minggu pagi, suasana pasar kembali ramai riuh dengan pedagang serta para pembeli mulai berdatangan. Tukang ojek seliweran meramaikan pasar, angkot berhenti didepan pasar menambah sumpeknya suasana pasar, macetpun tak bisa lagi dihindarkan.
Dalam keramaian udin terlihat tidak bersemangat, berpuluh puluh ide menyelimuti kepala udin, semakin gusar ditambah riuhnya pasar, garuk kepala, mondar mandir, udin tidak menghiraukan pelanggan yang memintanya mengangkut barang. Padahal itulah kerjaan dia sehari-hari yang membantu dia mempertahankan hidup. hingga akhirnya udin kembali pulang kerumah tanpa membawa apa-apa hari itu.
Udin terkejut sambil matanya menatap jam dinding yang terus berdetak tanpa terasa. “ aduh euy can solat asar” rasa sesal menyelmuti hati, melongok ke arah jam dinding satu – satunya yang menempel di dalam rumuhnya, jam menunjuk pada angka lima, mengucek ngucek mata, kemudian berdiri sambil menggerakan badan menghilangkan rasa kantuk yang masih kuat menyerang. haturnuhun yaallah”seraya mengucapkan terima kasih kepada allah karena telah membangunkan disaat ia terlelap ditemankan keindahan alam mimpi. sekembalinya udin dari pasar kemudian ia menunggu malam dengan berbaring didipan yang mulai reot. Beberapa menit kemudian udin terlelap dibuai mimpi mimpi indah yang tak mungkin ia dapatkan dalam dunia nyata. Ia bangun kemudian Berjalan dengan penuh semangat udin menuju kamar mandi. Entah apa yang ia dapatkan ketika tidur tadi.
Dari senyumannya terlihat ada hal yang ia harapkan dapat kembali, secercah cahaya kebahagiaan mulai muncul dimata udin yang semakin mengkilat ditambah sinaran matahari melewati kepala udin. Terkejut udin melihat jaka sudah berdiri mematung didepan pintu.” Jaka bertanya kepada udin..kunaon maneh sura seri teu jelas kitu” rasa penasaran jaka menggunung saat melihat udin tersenyum tanpa sebab.ada apa gerangan dalam diri udin. Meletus lah pertanyaan dari mulut jaka tanpa ia sadari saking penasarannya. jaka biasa mengunjungi rumah udin, dari pagi sampai sore terkadang jaka juga menginap dan besok paginya baru pulang. Sejak dari kecil jaka dan udin sudah berkawan, hingga perasaan malu ataupun kikuk memasuki rumah orang lain dan berhari hari tinggal menginap menguap ibarat air yang menguap di kala sinar matahari menyentuhnya. Pertanyaan jaka ia tak hiraukan hingga meninggalkan penasaran. “ ari maneh” gusar jaka.
Hari berikutnya, Sesampai dipasar udin terus menuju ke tukang Koran, setelah membayar beberap lembaran seribu rupiah. dia baca dengan penuh kekhusuan sampai ia tak hiraukan pekerjaannya. Tersungging senyum, kembali menaikan dahinya, berulang kali ia melakukan hal itu, sampai jaka menghampirinya dan bertanya “ kunaon ari sia din, siga nu heueh wae maneh mah” melongok udin kearah jaka. Gigi kuningnya menyambut penasaran jaka..
Nun jauh dinegeri seberang , kebiruan langit diiringi kepulan asap dan gumpalan awan yang terus berjalan tanpa henti, terkadang cerah menghiasi langit tergambar lukisan indah anugerah allah gusti nu agung, hitam nya dia, bergalayut ingin menumpahkan beban yang ia punya, menakutkan manusia yang hatinya takut akan kematian, kilatan cahaya menambah suramnya suasana pagi dikampung, menyelimuti dinginnya pagi.
Berbeda dengan hari biasanya, hari ini udin memakai kemeja, celana hitam, rambut tersisir rapi. Ibunya bertanya” bade kamana maneh teh din” sembari tangannya bermain main dengan pisau dan sebatang wortel ditangannya. Udin berhenti sejenak menoleh kearah ibunya, kemudian kembali berjalan menuju ke tempat sepatu, sambil menjawab “ bade mirarian tempat kursus mak, udin maca Koran kamari lamun bade mirarian pagawean teh di era globalisasi mah kudu tiasa bahasa inggris saurna mah”. Ibu nya kembali bertanya “terus upami bayarna kumaha”. Senyuman udin kembali tersungging dari bibirnya yang telah kering.”insyaallah mak upami diajar mah aya rezekina”.
Angkot nombor 20 jurusan Ramayana balandongan mengantarkan udin ke terminal Ramayana orang biasa memanggilnya. walaupun tidak ada nama yang jelas pada terminal tersebut. Udin melanjutkannya dengan berjalan kaki, diiringi panas terik matahari, berjalan dengah penuh semangat menyisiri toko – toko melindungi dirinya dari sengatan matahari. 15 menit kemudian udin sampai di degung untuk menaiki angkot berikutnya.
“Stop mang dipayun”, udin berhenti di perempatan lampu merah degung. Setelah membayar udin berjalan menyisiri trotoar degung yang dihuni pedagang kaki lima terpaksa udin harus turun naik dari trotoar kejalan, dari seberang jalan terdengar sayu sayu suara pengamen jalanan mendendangkan lagu diiringi ukulele dan gendang yang menyatu sehingga terbentuk symphony nada yang memanjakan para pengguna jalan. Huluran tangan dari kendaraan dibekali uang seribu rupiahan dalam gempalan tangan, balasan sebuah kreatifitas penyanyi jalanan.
Sudah beberapa bulan ini udin tak pernah menginjakan kakinya lagi ke daerah degung, terheran heran melihat banyak perubahan dalam tata kota, rumah tua yang dulu menghiasi pemandangan tepian jalan berganti dengan perumahan mewah. Meringis ia melihatnya bukan karena tidak mempunyai rumah, tapi karena sudah jauhnya ia tertinggal dari sebuah kehidupan. Mall besar menjulang menutup sinar matahari yang biasa membentang dari barat hingga ketimur. Rumah sakit dan terminal degung sudah berganti wajah menjadi nan rupawan.
Dari arah Jakarta meluncurlah sebuah bis membawa penumpang dengan penuh sesaknya. Lampu hijau dan merah saling berganti. Celingak celinguk dari kiri ke kanan mungkin ia terlewat menuju tempat kursus bahasa inggris yang ia baca dalam sekelebat halaman selembar Koran berita harian.
Tersenyum ia saat melihat papan nama besar bertuliskan English course Cambridge, lega dan berjuta Tanya saling menyerang bertempur dalam sanubari. Keyakinan ia kumpulkan dalam hati untuk masuk kembali berjuta rasa rendah hati merasuk merubah keyakinan. Berlalu lalang orang yang keluar masuk sambil berceloteh dalam bahasa asing, mulai berpakaian sma, smp bahkan ada yang sudah berumur. Udin longokan kedalam sambil memastikan di mana tempat ia akan bertanya dan mendaftar. Melihat gelagat aneh orang tak dikenal, satpam tempat kursus menghampirinya di kemudian hari udin mengenalnya bernama mang usep. Ada apa bang?? Berbahasa Indonesia dengan logat sunda yang menjadi ciri khas orang jawa barat pada umunya. Meleleh keringat dingin mentitik dari hujung rambut.
Sambil terbata bata udin menjawab “ betul ini tempat kursus bahasa inggris ea??” perasaan lega kembali menghapiri udin berbarengan Anggukan kepala satpam tadi “ mw daftar ea dek?” pertanyaan satpam tadi menghentikan keleagaan udin. “ iya pa” jawab udin singkat. Kemudian satpam tadi menghantar udin ke tempat pendaftaran. Di balik meja duduk seorang laki laki yang sudah berumur dihiasai bingkai lukisan saat ia bersama orang orang asing sambil tersenyum.
Sesaat kemudian ia berdiri dan menjulurkan tangan mengajak udin bersalaman, udin balas dengan menjulurkan tangan dan keduanya bersalaman “ silahkan duduk” ucap bapak bapak tua. Dengan penjelasan mantap penuh dengan keyakinan ia menjelaskan tentang lingkungan tempat kursus, mulai dari harga dan waktu waktu untuk belajar. Kemudian beliau menawarkan paket paket kursus yang mereka telah sediakan. Udin memilih paket malam karena siang ia harus kerja mengangkut barangnya dipasar. Mw bayar semuanya dek?’’ udin menjawab “ setengah dulu za pa”. udin merogoh sakunya kemudian mengeluarkan uang 2 lembar 50 ribuan. “ia hembuskan perlahah nafas dari mulutnya dengan memuncungkan bibirnya, ragu ragu menghampirinya kembali, uang yang sengaja ia kumpulkan untuk hal – hal yang mendadak saja. Terkeluar dengan mudahnya. Satu lembar bon bapak tadi sodorkan ke udin tertera dalam kertas bon seratus ribu rupiah. Setelah bersalaman udin membalikan tubuhnya untuk segera pulang. Oia dek” mengejutkan udin “ jangan lupa kamu dah bias mulai belajar”. Sejurus kemudian udin menjawab “ terima kasih pak”. Ucapan salam menutup perbincangan hari ini.
Setelah bekerja ia bergegas menuju kerumah, kemudian udin berangkat menggunakan kenderaan umum mengikuti rute kemarin yang ia lalui. Sesampainya di tempat kursus ia terus masuk menaiki tangga pertama, kemudian ia memasuki kelas dengan pastinya. Kemarin ia sempat menanyakan kelas ia dimana. Tanpa ragu ragu lagi ia masuk kelas, sudah ada beberapa orang yang duduk di dalam kelas, saling berkenalan masing masing, namanya putrid, astir, dan dyo mereka sama sama kerja disiang harinya. Mereka saling bercerita baground masing masing sambil diseliingi guyonan ringan.
Ucapan salam membuyarkan obrolan mereka, dia berdiri didepan white board dan memulai ucapan pertamanya dengan memperkenalkan diri “ nama saya asgar hutobiang” dia berasal dari medan, pak asgar sudah menetap di daerah kami selama 5 tahun yang lalu. Dia ceritakan perjalanan dia saat bersentuhan dengan bahasa inggris, dia juga pernah berlabuh di asutralia, eropa. Aku kagum dengan bapak asgar di usia yang masih relative muda dia sudah banyak mempunyai pengalaman yang luas dalam menapakai bumi yang luas. Ia sambung dengan kata kata motivasi bahwa inggris tu mudah kalau kita menganggapnya mudah dan ada will power, udin lihat kawannya mengangguk kecil mengiyakan setiap baik bait kata motivasi yang mereka dengar.
‘lets start our class”, udin dan kawan jawab dengan jawaban “yes”. Pelajaran pertama yang pak asgar ajarkan bagaiaman mengucapkan huruf – huruf dalam bahasa inggris. Beberapa kali pak asgar bacakan kemudian kita mengulanginya secara bersama sama sampai pronunciation sesuai dengan kaidah bahasa inggris. Dari huruf a sampai z akhirnya selesai juga. Satu am berlalu tanpa terasa, udin membulak balikan buku yang ia telah baca, udin mencoba mengulanginya dengan lirih.
Udin memasuki kelas berikutnya untuk conversation digabungkan dengan seluruh kelas yang ada di tempat kursu tersebut. Satu jam pertama untuk materi materi yang berhubungan dengan bahasa inggris, seperti grammar, pronunciation dan penambahan vocabulary. Jam kedua untuk melatih setiap vocabulary yang sudah di berikan supaya tidak mudah hilang dan mulut kta terbiasa dengan bahasa inggris. “ ucap mrs yayang”. Udin duduk berhadap hadapan dengan seorang pelajar dari kelas lain. ia bersalaman kemudian memperkenalkan diri dengan menggunakan bahasa ingris “ what your name “ degan terbata bata udin menyebutkannya. Disusul dengan pertanyaan “where have you been living” lawan berbciara menajwab dengan bahasa inggris. Sesekali udin menanyakan vocabulary yang udin tidak tahu kepada guru yang berjaga saat conversation.
Sudah tiga bulan udin belajar di tempat kursus, bahasa inggrisnya pun sudah mengalami kemajuan yang pesat. Setiap hari ia baca buku dan mengulanginya di rumah terkdang ia mengulanginya sampai larut malam, kadang ia gunaka untuk bercanda dengan jaka Ia suka melihat saat muka jaka terlihat kesal sesumbar ia ucapkan“balaga manehnya “. Udian jawab dengan senyuman. uang yang ia sisishkan ia belikan kamus inggris Indonesia karya jhon echol. Tak ayal jika kemampuannya melebihi kawan – kawannya.
“Today we will practice our English with foreigner”ucap pak asgar disambut riuhan yes dalam kelas. Satu kampus Cambridge berangkat menggunakan bis ke suatu tempat didaerah hujung sukabumi, disana ada pusat Cambridge institute, tenaga pegajarnya orang asing yang sengaja didatangkan dari asing.
Udin dan kawan disambut para guru asing didepan center of Cambridge institute. Semua saling berjabat tangan tanpa terkecuali. Semua pelajar menuju kearah park didalam center Cambridge institute dan duduk membentuk lingkaran besar. Sir Edward dari amerika mengawali speech dengan menggunakan logat amerikanya, udin dan kawan kawan sibuk dengan pena dan buku kecil yang sengaja dipersiapkan untuk menulis setiap kata kata yang tidak faham kemudian hari ia akan tanyakan. Setiap huruf dan kata yang diucapka sir Edward udin pahaminya tanpa mengalami kesusahan. Udin sering mendengar kata kata tersebut disebuah tukang vcd, penjual vcd tersebut selalu memutarkan film film. Udin selalu melihatnya dikala senggang atau saat dia berhenti untuk makan. Udin hanya mengangguk ngangguk kecil.
Diruangan pertemuan udin berbicara dengan penuh semangat dengan sir Edward, pronounciation tidak beda jauh dengan sir Edward. Sir Edward terkejut dengan kemampuan udin dalam speaking, hanya ucapat “great” yang mampu ia berikan kepada udin. Ia membisikan sesuatu ketelinga udin “ do you want to go to amreica”, mata udin terbeliak, kemudian ia lontarkan pertanyaan “for what” seraya udin menjawab “ there is scholarship for you “ bertambah kebingungan udin “are u sure “ cerocos udin “and then why you are choosing me “. Sir Edward menyatakan kekagumannya dengan gaya bahasa udin. Ia menitipkan kartu nama dan beberapa nombor penting jika udin menginginkannya.
Puji syukur udin ucapkan sepanjang perjalanan perjalanan. Di atas paras mukanya terlihat cahaya kebahagiaan, sumringah kebahagiannya terhenti disaat wajah ibunya terbayang, bagaimana dengan ibunya jika ia pergi, siapa yang menjaganya, siapa yang akan menemaninya dikala sepi. Keluhan nafas ia hembuskan.uh. deni kawan sebanku udin saat perjalana pulang “ what wrong bro” dengan kening mengerut “ udin jawab dengan lemah “ its ok, nothing wrong”.
Sudah dua hari udin menahannya untuk menanyakan kesiapan ibunya jika ia pergi ke America untuk menempuh belajar. Ibunya sedang duduk di pelataran dipan rumah, udin menghampirinya, ia mulakan dengan menanyakan gimana pekerjaan ibunya, kemudian pertanyaan yang sebenarnya udin dah tahu jawabannya. Ibunya heran dengan udin. Aya naon din?” ibuny bertanya. Udin jawab dengan malu malu sebab ibuny dah tahu apa yang ia tanyakan hanya sebuah pencingan saja. “ Kieu ma kumaha upami udin bade neraskeun belajar” nya mangga” ibunya menjawab dengan penuh antusias. “terus ma upami belajar diluar “ berkali kali ia ragu mengucapkannya “ luar mana din” udin menajwab luar negri ma? Tangannya yang sedari tadi memotong sayuran berhenti sejenak. “terus kumaha upami bayarna din” wajahnya terlihat begitu penasaran. Udin menjawabnya dengan lembut “ aya nu pangmayarkeun ma gratis sadayana” ibunya udin menajwab “ ya ibu mah tergantung udin mw di terima pa nggak” udin mejawabnya “ terus gimana dengan ibu” “ibu nya menjawab Ibu mah ada allah yang akan menjaganya, jangan khawatir din” udin terkejut dengan jawabannya ibunya.kemudian ia peluk erat beriringingan dengan melelehnya air mata kebahagian. “haturunuhun” ucap udin perlahan.
Dikala sunyinya malam menjelang sepertiga malam, udin sudah terjaga dari tidurya, kemudian ia menuju ke kamar mandi, dialirinya anggota wudhu dengan penuh kekhususan. Ia gelarkan sajadah menghdap kiblat tidak lupa ia kenaka kopiah dan sarung tanda kelengkapan sholat. Takbir yang panjang yang ia lirihkan menghidupkan suasana malam. Dalam sujud panjangnya ia ajukan permintaan dengan tuhan penguasa alam dengan do’a panjang. Ia harapkan semoga pilihannya sesuai dengan kerhdioan tuhan. Sholat witir mengakhir dzikir panjang mala mini.
Terdegar pupujian dikala subuh dari masjid al furqon, suara indah mbah ned mengajak para umat untuk bangun dan menyembah tuhannya. Akhir kalimat pupujian di sambung dengan adzan subuh menutup kerajaan malam.
Setelah sarapan pagi udin bergegas pergi ke pasar, ia sempatkan untuk mamir ke wartel milik mang kohar. Udin menelepon sir Edward bahwa ia siap untuk menempuh perjalanan study di amerika. Kepalan tangan disambut dengan suara yes dari mulut udin. Mengawali pagi yang indah dengan kebahagian. Udin masih terngiang dengan kata kata sir Edward “ three days later I will give u confirmation”. Tidak hentinya udin mengucapkan kalimat tahmid memuji tuhan yang maha tahu.
Hari ini adalah hari dimana udin akan mendapatkan information, ia tekan nombor yang tertera dalam kartu nama, suara seseorang terdengar dari sana. Hallo, good morning” udin menyapanya. Sambil memegang gagang telephon yang masih tersambung air mata udin meleleh membasahi pipinya saat ucapan congratulation keluar dari mulut sir Edward.
Udin berlari kearah rumah tidak jadi pergi pasar saking bahagianya. Beberapa hari kemudian orang kiriman sir Edward datang. Bapak hasan namanya, ia datang untuk membantu udin dalam pengurusan paspor dan semua persyaratn udin yang harus diselesaikan. “ satu minggu datang lagi ea dek” ucap pegawai imigrasi.
Hari hari terakhir ia habiskan dengan bercengkrama dengan sanak family, kawan kawan kampong, khusunya dengan ibunya yang hanya sebatang kara. Malam sebelum berangkat penduduk kampong datang untuk berdo’a untuk keselamatan udin di negri sana. Sholawat ke atas nabi mengakhiri acara selamatan.
Suara mobil jemputan menderu menghampiri rumah udin, isak tangis tidak terbendung lagi pelukan erat dari ibunya udin seakan tidak rela untuk melepaskan anak lakinya, mereka silih bergantian berpelukan. Kakanya membekalkan sesuatu dalam bungkusan amplop kecil “ ker bekeul ka bandara “. Dari jauh jaka memandangi kawan karibnya ragu untuk mengucapkan selamat tinggal. Ia berjalan perlahan lahan menghampiri udin. Udin terus menghamburnya dengan pelukan erat sambil menangis ia mengucapkan “hebat maneh, geura balik” dib alas dengan tinjuan ringan, kelopak mata udin bengkak, matanya masih sembab bekas menangis.
Ia lambaikan tangan dari dalam mobil kijang yang ia tumpangi. Perlahan ia bergerak meninggalkan kampong halaman tecinta. Udin akan menjalani pendidikan undergraduate selam 3 tahun dalam bidang economic and e- commerce. Take off pesawat american airlane mengawali hidupnya di dalam perantaun.